Makalah Hukum Agraria Sistem Pendaftaran & Publikasi Tanah
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendaftaran
tanah untuk pertama kalinya dilakukan untuk tanah-tanah yang belum didaftarkan
atau belum pernah disertifikatkan, hal ini sesuai dengan ketentuan PP Nomor 10
Tahun 1961 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Maka untuk
menjamin kepastian hukum, maka mendaftarkan hak atas tanah merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan guna menjamin kepastian hukum bagi
pemegang hak atas tanah serta pihak lain yang berkepentingan dengan tanah
tersebut. Pendaftaran tanah dilakukan di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN)
serta dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berada di wilayah
kabupaten/kota.
Di Indonesia sistem pendaftaran tanah masih menimbulkan polemik. Masih banyak
masyarakat Indonesia yang sukar untuk dapat mengatasi masalah ini dengan baik.
Sebagian besar penduduk mengira masalah ini hanya dapat diselesaikan dengan
uang. Cara instan ataupun cepat yang dilakukan dengan semakin besar mereka
mengeluarkan uang maka akan semakin cepat pula penyelesaiannya. Padahal sesuai
kenyataan, cara yang diambil ini salah. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
menjadi oknum menyelesaikan urusan dalam pendaftaran tanah menyatakan “uang
yang diminta dari para pendaftaran tanah mereka akan masuk ke dalam kas negara
dan bukan masuk ke saku pribadi dan proses ini biasa disebut sebagai uang
administrasi”.
Pendaftaran tanah adalah suatu
rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus
dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai
tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan
penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan
jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk tanda buktinya dan
pemeliharaannya.[1]
Penyelenggaraan pendaftaran tanah
dalam masyarakat modern merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh
Pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan. “Kata-kata suatu rangkaian kegiatan” menunjuk pada
adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang
berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang
bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat.
Kata ‘teratur’ menunjukan bahwa
semua kegiatan haruslah berlandaskan perundang-undangan yang sesuai, karena
hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya pembuktiannya
tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang menyelenggrakan pendaftaran
tanah.
Yang dimaksudkan dengan ‘wilayah’
ialah wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang meliputi seluruh negara.
Baik kabupaten/kota, kecamatan, bisa juga desa atau kelurahan seperti yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah.[2]
Kata-kata “tanah
tertentu’ menunjuk kepada objek pendaftaran tanah. Ada kemungkinan bahwa yang
didaftar hanya sebagian tanah yang dipunyai dengan hak yang ditunjuk dalam PP 10/1961 yang semula ditunjuk untuk
didaftar adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan (pasal 10).
Tetapi kemudian diperluas juga mengenai hak pakai yang diberikan oleh Negara,
hak pengelolaan, wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun.
Urutan kegiatan
pendaftaran tanah adalah “pengumpulan” datanya “pengelolaan” atau
“processing-nya”, ‘penyimpanannya’ dan kemuadian “penyajiannya”. Bentuk
penyimpanannya bisa berupa tulisan, gambar/peta dan angka-angka diatas kertas,
mikro film, atau dengan menggunakan bantuan komputer.
B. Identifikasi Masalah
Adapun
identifikasi masalah dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Bagaimana
pendaftaran akta tanah di Indonesia ?
2. Bagaimana sistem
publikasi tanah di Indonesia ?
C.
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan
tujuan dari disusunnya pembuatan yaitu:
1. Mengetahui sistem
pendaftaran akta tanah di Indonesia;
2. Guna mengetahui
sistem publikasi pendaftaran tanah di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Pendaftaran Tanah
Dalam pasal 1 angka 1 PP No.24 tahun
1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya. [3]
Pendaftaran tanah dilakukan dalam
bentuk pera dan daftar. Demikian pula dapat kita ketahui bahwa salah satu
rangkaian pendaftaran tanah adalah pemeliharaan data fisik dan data yuridis
yang dilakukan dalam bentuk peta dan daftar yang memuat data fisik dan data
yuridis dari bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun
Lebih lanjut lagi, Prof. Boedi
Harsono menjelaskan dalam bukunya Hukum Agraria Indonesia bahwa pendaftaran
tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah
secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data
tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu,
pengolahan penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan termasuk tanda buktinya
dan pemeliharaannya.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah
dalam masyarakat modern merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh
Pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan. “Kata-kata suatu rangkaian kegiatan” menunjuk pada
adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang
berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang
bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam rangka memberikan jaminan
kepastian hukum dibidang pertanahan bagi rakyat.
Kata ‘teratur’ menunjukan bahwa
semua kegiatan haruslah berlandaskan perundang-undangan yang sesuai, karena
hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya pembuktiannya
tidak selalu sama dalam hukum negara-negara yang menyelenggrakan pendaftaran
tanah.
Yang dimaksudkan dengan ‘wilayah’
ialah wilayah kesatuan administrasi pendaftaran, yang meliputi seluruh negara.
Baik kabupaten/kota, kecamatan, bisa juga desa atau kelurahan seperti yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran
tanah.
Kata-kata “tanah tertentu’ menunjuk
kepada objek pendaftaran tanah. Ada kemungkinan bahwa yang didaftar hanya
sebagian tanah yang dipunyai dengan hak yang ditunjuk dalam PP 10/1961 yang semula ditunjuk untuk
didaftar adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan (pasal 10).
Tetapi kemudian diperluas juga mengenai hak pakai yang diberikan oleh Negara,
hak pengelolaan, wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun.
2.
Objek Pendaftaran
Tanah
Mengenai objek
pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 yang menentukan bahwa, Objek pendaftaran tanah meliputi:
1) Bidang-bidang
tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan
hak pakai;
2) Tanah hak
pengelolaan;
3) Hanah wakaf;
4) Hak milik atas satuan rumah susun;
5) Hak tanggungan;
6) Tanah Negara.
Dalam hal tanah
Negara sebagai objek pendaftaran tanah maka pendaftarannya dilakukan dengan
cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah.
Objek pendaftaran tanah yang bukan tanah Negara akan diterbitkan sertifikat
bagi pemegang hak atas tanah.
Berdasarkan Pasal
1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997:
“Sertipikat adalah
surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA
untuk hak atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah
dibuktikan dalam buku tanah yang bersangkutan.”
Sertipikat merupakan alat bukti yang
kuat yang sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, Pasal 23 ayat
(2), Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA serta Pasal 32 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
Sertipikat terdiri dari salinan buku
tanah dan surat ukur. Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada
haknya. Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian.
3.
Sistem Pendaftaran
Tanah
Dalam uraian sistem pendaftaran
tanah masalah yang dibicarakan adalah tentang apa yang didaftar, bentuk dan
penyimpanan penyajian data yuridis pendaftaran tanah, serta bentuk tanda bukti
haknya , berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah dikenal ada dua macam
sistem (stelsel), yaitu sistem
pendaftaran akta (registration of deeds)
dan sistem pendaftaran hak (registration
of titles).
Dalam sistem pendaftaran akta, maka
akta-akta itulah yang didaftar oleh pejabat pendaftar tanah (PPT). Dalam sistem
ini PPT bersifat pasif, ia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang
disebut dalam akta yang didaftar. Cacat hukum pada suatu akta bisa
mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan degan akta yang
dibuat kemudian. Untuk memperoleh data yurisid harus dilakukan apa yang disebut
title search (pencarian dan penelitian serta pengujian kebenaran hak). Kegiatan
title search ini memakan waktu dan
biaya karena memerlukan bantuan tenaga ahli.
Dalam sistem pendaftaran hak, bukan
aktanya yang didaftar, melainkan haknya yang diciptakan dan
perubahan-perubahannya kemudian. Akta merupakan sumber datanya, sebagai tanda
bukti hak diterbitkan sertifikat. Baik dalam sistem pendaftaran maupun sistem
pendaftaran hak, akta merupakan sumber data yuridis.
Di negara Belanda misalnya, menurut
ketentuan Burgerlijk Wetboek, dalam
pemindahan hak oleh Notaris dibuat akta transportnyadan dalam pembebana Hyphotheek Borderelnya. Negeri belanda
menggunakan sistem pendaftaran akta. Maka akta transport dan akta borderel itulah yang didaftar oleh PPT
dan setelah dibubuhi tanda pendaftaran, diserahkan kepada pembeli selaku
pemegang haknya yang baru dan kreditor selaku pemegang hyphoteek, sebagai tanda bukti haknya.
Untuk pembeli selaku pemegang haknya
yang baru dan kreditor selaku pemegang
Hypoteek dibuatkan Groose aktanya,
yang berfungsi sebagai surat tanda bukti-bukti haknya (penerapannya dalam Pasal
224 RIB).
Akta pemberian hak berfungsi sebagai
sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Demikian
juga akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk
mendaftar perubahan-perubahan pada haknya dalm buku tanah hak yang
bersangkutan. Jika terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru,
melainkan dilakukan pencatatannya pada ruang mutasi yang disediakan pada buku
tanah yang bersangkutan. Sebelum dilakukan pendaftaran haknya dalam buku tanah
dan pencatatan perubahannya kemudian, oleh PPT dilakukan pengujian kebeneran
data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. Berbeda dalam sistem pendaftaran
akta, dalam sistem pendaftaran hakia bersikap, aktif.
Tiap kali terjadi perubahan wajib
dibuatkan akta sebagai tanda buktinya, maka dalam sistem ini, data yuridis yang
diperlukan harus dicari dalam akta-akta yang bersangkutan. Cacat hukum pada
suatu akta dapat mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan
dengan akta yang dibuat kemudian. Untuk memperoleh data yuridis harus dilakukan
dengan apa yang disebut “title search”,
yang bisa memakan waktu dan biaya karena unuk title search diperlukan bantuan ahli.
Sesudah hak atas
tanah didaftar dan kemudian seseorang mendapatkan surat tanda bukti hak,
pertanyaan yang muncul sejauh mana orang boleh mempercayai kebenaran data yang
disajikan dala pendaftran tanah tersebut. Sejauh mana hukum melindungi
kepentingan orang yang melakukan perbuatan hukum mengenai tanah yang haknya
sudah didaftar berdasarkan data yang disajikan dalam surat tanda bukti hak,
jika kemudian data tersebut tidak benar.
Jawaban atas
pertanyaan diatas akan tergantung sistem (stelsel) publikasi mana yang
digunakan dalam penyelenggaraan tanah tersebut. Dalam kegiatan pelaksanaan
pendaftaran tanah dikenal ada dua macam sistem publikasi yaitu: sistem
publikasi positif dan sistem publikasi negatif.
4.
Sistem Publikasi
1.
Sistem Publikasi Posistif
Sistem
publikasi positif menggunakan sistem pendaftaran hak dalam pelaksanaan sistem
ini harus ada buku tanah, sebagai tempat penyimpanan data yuridis dan
sertifikat sebagai tanda bukti hak.
Menurut sistem positif sertifikat
tanah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah secara mutlak, sebagai satu satunya tanda bukti ha katas
tanah pendaftaran atau pencatatn nama seseorang dalam register atau buku tanah
sebagai pemegang hak lah yang membuat orang menjadi pemegang hak atas tanah
yang bersangkutan.
Dalam
sistem posistif dengan selesainya pendaftaran atas nama penerima hak pemegang
hak yang sebenarnya menjadi kehilangan haknya ia tidak dapat menuntut perbuatan
hukum yang memindahkan hak yang bersangkutan kepada pembeli. Dalam keadaan
tertentu ia hanya bisa menuntut ganti kerugian kepada Negara.
Kebaikan dari sistem positif antara lain:
a.
Adanya kepastian hukum tanah.
b.
Peranan aktif dari pejabat balik
nama tanah.
c.
Mekanisme kerja dalam penerbitan
sertifikat tanah mudah dimengerti oleh orang awam.
Kelemahan sistem positif antara lain:
a.
Peranan aktif dari pejabat balik
nama tanah yang memakan waktu yang lama.
b.
Pemilik yang sebenarnya yang berhak
atas tanah akan kehilangan haknya, oleh karena kepastian dari hak tanah itu
sendiri.
c.
Wewenang pengadilan diletakkan dalam
wewenang administrative.
Dengan
demikian, sistem ini memberikan jaminan yang mutlak terhadap buku tanah,
walaupun ternyata bahwa pemegang sertifikat bukanlah pemilik yang sebenarnya.
Namun yang tercantum dalam buku
tanah/sertifikat tanah mendapat jaminan mutlak, walaupun ternyata bahwa segala
keterangan yang tercantum dalam sertifkat tersebut adalah tidak benar.
2.
Sistem Publikasi Negatif
Menurut sistem publikasi negatif
bahwa apa yang tercantum dalam buku tanah/sertifikat tanah dianggap benar
sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) dimuka
sidang pengadilan. Dalam sistem negatife bukan pendaftaran, tetapi sahnya
perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli.
Ciri pokok dari sistem ini adalah
bahwa pendaftaran tidak menjamin bahwa nama yang terdaftar dalam buku
tanah/sertifikat tanah tersebut tidak dapat dibantah, walaupun ia beri tikad
baik, yaitu apabila nama yang terdaftar itu bukanlah pemilik yang sebenarnya
dari tanah tersebut. Hak dari nama yang terdaftar bisa dikalahkan oleh hak dari
pemberi hak sebelumnya, perolehan hak tersebut merupakan mata rantai perbuatan
hukum dalam pendaftaran ha katas tanah.
Ciri pokok lain dari sistem ini,
seperti dalam sistem pendaftaran akta, yaitu bahwa pejabat balik nama tanah
berperan pasif. Artinya pejabat yang bersangkutan tidaklah kewajiban untuk
menyelidiki kebenaran dari surat-surat atau dokumen-dokumen yang diserahkan
kepadanya.
Kebaikan sistem publikasi negative
antara lain: memberikan perlindungan, kepada pemegang hak yang sebenarnya. Ia
masih memungkinkan untuk membantah atau menggugat kebenaran data yang terdapat
dalam tanah/sertfikat yang telah diterbitkan.
Kelemahan sistem negative antara lain:
a.
Peranan positif pejabat balik nama
tanah yang menyebabkan tumpang tindihnya sertifikat tanah.
b.
Mekanisme kerja dalam proses
penerbitan sertifikat tanah kurang dimengerti oleh orang awam
c.
Buku tanah tidak memberikan jaminan
yang mutlak
d.
Pihak yang namanya tercantum sebagai
pemegang hak dalam buku tanah dan sertifikat, selalu menghadapi kemungkinan
gugatan dari pihak lain, yang mempunyai tanah itu.
5.
Sistem Torrens
Sistem
Torrens yaitu sistem baru yang lebih sederhana dan memungkinkan orang
memperoleh keterangan dengan cara yang mudah, tanpa harus mengadakan title
search pada akta-akta yang ada.
Dengan demikian sistem Torrens ini
sebenarnya adalah sistem positif, sebab menempatkan data tanah sebagai
kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.
6.
Sistem Pendaftaran Tanah Menurut UUPA
Sistem pendaftaran
tanah menurut Undang-undang No.5 tahun 1960 (UUPA) sebagaimana diatur oleh
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah (yang telah
dinyatakan tidak berlaku oleh Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997),
dinyatakan dalam penjelasan umum angka 7b, peraturan pemerintah tersebut antara
lain sebagai berikut:
“pembukaan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas orang tidak
mengakibatkan bahwa orang yang sebenarnya berhak atas tanah itu akan kehilangan
haknya, orang tersebut masih dapat menggugat hak dari orang yang terdaftar
dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi cara pendaftaran hak yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, tidaklah positif tetapi negatif.
Dari ungkapan pasal dan penjelasan Peraturan Pemerintah No.24 tahun
1997 diatas, dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.
Sertifikat tanah merupakan surat
tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sepanjang data
fisik dan data yuridis yang ada didalamnya sesuai dengan data yang ada dalam
surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
b.
Terhadap data yang ada dalam
sertifikat, berlaku ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya,
maka data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat, harus
diterima sebagai data yang benar baik dalam perbuatan hukum sehari hari maupun
dalam sengketa di Pengadilan.
c.
Seseorang tidak dapat menuntut tanah
yang bersertifikat, jika dala lima tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu ia
tidak mengajukan keberatan secara tertulis, atau tidak mengajukan gugatan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.
d.
Sistem pendaftaran tanah memberikan
perlindungan yang seimbang baik kepada pihak yang mempunyai tanah dan dikuasai
serta digunakan sebagaimana mestinya, maupun kepada pihak yang memperoleh dan
mengusahakannya dengan itikad baik dan dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang
bersangkutan atas namanya.
e.
Secara eksplisit dalam redaksi
penjelasan Peraturan Pemerintah no.24 tahun 1997 dinyatakan bahwa sistem yang
dianut dalam pendaftaran tanah tersebut tidak menggunakan sistem publikasi
positif melainkan menggunakan sistem publikasi negative.
Berdasarkan
uraian diatas, maka Nampak bahwa sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh
Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997, sebagai peraturan pelaksanaan dari paal
19 Undang-undang No.5 tahun 1960 (UUPA), adalah sistem campuran yaitu sistem
negative yang mengandung unsur positif.
7.
Kegiatan
Pendaftaran Tanah
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi
kegiatan pendaftaran untuk pertama kali dan pemeliharaan data yang tersedia.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali
“Initial Registration” meliputi tiga
bidang kegiatan, yaitu:
1. Bidang fisik atau “teknik kadastral”;
2. Bidang yuridis dan;
3. Penerbitan dokumen
tanda bukti hak
Pendaftaran untuk pertama kali
adalah kegiatan untuk mendaftar pertama kalinya sebidang tanah yang semula belum
didaftarkan menuruk ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan .
pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah
yang disebut “persil” yang merupakan
bagian-bagian permukaan bumitertentu yang terbatas dan berdimensi dua, dengan
ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter per segi.
Ø Data Fisik
Data fisik sebagaimana dimaksud Pasal 1
angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP
No. 24/1997”) adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan
atau bagian bangunan di atasnya.
Setelah dipastikan letak tanah yang akan
dikumpulkan data fisiknya, kegiatannya dimulai dengan penerapan batas-batasnya
serta pemberian tanda-tanda batas ditiap sudutnya. Diikuti dengan kegiatan
pengukuran dan pembuatan petanya. Penetapan batas peta dilakukan oleh PPT
berdasarkan penunjukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, yang
disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berabatasan (Contradictoire delimitatie). [4]
Kegiatan teknis kadastral ini
menghsailkan peta pendaftaran yang melukisakn semua tanah yang diwilayah
pendaftaran yang telah diukur. Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftar,
dibuatkan apa yang disebut surat ukur.
Ø Data Yuridis
Data
yuridis sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 7 PP No. 24/ 1997, data yuridis
adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun
yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang
membebaninya.
Kegiatan bidang yuridis bertujuan
untuk memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya, dan ada atau
tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya. Pengumpulan data tersebut
menggunakan alat pembuktian berupa dokumen dan lain-lainnya.
Ø Penerbitan Dokumen
Tanda Bukti Hak
Kegiatan yang ketiga adalah penerbitan
surat tanda bukti haknya, bentuk kegiatan pemdaftaran dan hasilnya, termasuk
apa yang merupakan surat tanda bukti hak, tergantung pada sistem pendaftaran
yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah oleh negara yang bersangkutan.
Kegiatan yang dilaksanakan daam
rangka proses pendaftaran untuk pertama kalinya yang meliputi pengumpulan dan
penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis tersebut mengenai satu atau
beberapa objek pendaftaran tanah yang dilakukan untuk keperluan pemdaftarannya
disebut sebagai kegiatan ajudikasi.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk
pertama kali “Initial Registration”
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sistematik dan sporadik. Pendaftaran
tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran untk pertama kali yang dilakukan
secara serentak, yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan.
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah pertama
kali mengenai satu atau beberapa obyek pedaftaran tanah dalam wilayah atau
bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal, yang
dilakukan atas permintaan pemegang atau oenerima hak atas tanah yang
bersangkutan. [5]
8.
Tujuan Pendaftaran
Tanah
Dalam Pasal 19
ayat (1) UUPA ditentukan bahwa:
“Untuk menjamin
kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah
Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Berdasarkan ketentuan di atas
pendaftaran tanah menjamin kepastian hukum yang meliputi kepastian mengenai
subjek, objek dan hak atas tanah. Untuk itu pemerintah wajib melaksanakan
pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Tujuan pendaftaran tanah diatur lebih
lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menentukan:
1) Untuk memberikan
kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang
tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah
dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2) untuk menyediakan
informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar
dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; untuk terselengaranya tertib
administrasi pertanahan.”
Tujuan pendaftaran tanah
berdasarkan ketentuan di atas adalah menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum
yang dimaksud meliputi kepastian mengenai subjek, kepastian mengenai objek dan
kepastian mengenai status hak atas tanah. Selain menjamin kepastian hukum
tujuan diselenggarakan pendaftaran tanah adalah memberikan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah diwujudkan dalam hal penerbitan
sertipikat hak atas tanah.[6]
Pendaftaran tanah juga
bertujuan untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah dan terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tertib
administrasi pertanahan merupakan salah satu tertib dari catur tertib pertanahan
yang meliputi tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib
penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup.
Tertib administrasi pertanahan
adalah upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah
terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang
memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana
pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak
berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata.
Pasal 3 kemudian
dipertegas oleh Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yang
menentukan bahwa:
1) Untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a
kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah;
2) Untuk melaksanakan
fungsi informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, data fisik dan
data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar
terbuka untuk umum;
3) Untuk mencapai
tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, sebidang tanah
dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas
sebidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftarkan;
Berdasarkan
ketentuan di atas bahwa agar terwujudnya kepastian hukum dan perlindungan hukum
bagi pemegang hak maka diterbitkan sertipikat hak atas tanah. Dalam hal
terlaksananya fungsi informasi maka data fisik dan data yuridis dari bidang
tanah dan satuan rumah susun yang telah terdaftar terbuka untuk umum. Untuk
tercapainya tertib administrasi maka sebidang tanah dan satuan rumah susun
dalam hal peralihan, pembebanan dan hapusnya wajib didaftarkan.
9.
Asas Pendaftaran
Tanah
Didalam pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengatur asas dari pendaftaran tanah
yang terdiri dari:
(1) Asas sederhana
Asas sederhana
dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokok maupun
prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama para pemegang hak atas tanah.
(2) Asas aman
Asas aman untuk
menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan
cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan
pendaftaran tanah itu sendiri.
(3) Asas terjangkau
Asas terjangkau
dimaksudkan untuk menunjukkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan,
khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah.
Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus
bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
(4) Asas mutakhir
Asas mutakhir
dimaksudkan menunjukkan pada kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan
kesinambungan dalam memelihara datanya. Data yang tersedia harus menunjukan
keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan
pecatatan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian hari.
(5) Asas terbuka
Asas terbuka
menuntut dipeliharannya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan
berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam pasal 1 angka 1 PP No.24 tahun
1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya.
Pendaftaran tanah dilakukan dalam
bentuk pera dan daftar. Demikian pula dapat kita ketahui bahwa salah satu
rangkaian pendaftaran tanah adalah pemeliharaan data fisik dan data yuridis
yang dilakukan dalam bentuk peta dan daftar yang memuat data fisik dan data
yuridis dari bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun
Tujuan pendaftaran tanah
adalah menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang dimaksud meliputi
kepastian mengenai subjek, kepastian mengenai objek dan kepastian mengenai
status hak atas tanah. Selain menjamin kepastian hukum tujuan diselenggarakan
pendaftaran tanah adalah memberikan perlindungan hukum. Perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas tanah diwujudkan dalam hal penerbitan sertipikat hak
atas tanah.
Tertib administrasi pertanahan
adalah upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah
terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang
memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang dan modal. Menciptakan suasana
pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak
berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata.
DAFTAR PUSTAKA
Ariwibowo Aditiyo,
2017. Sekilas Tentang Pendaftaran Tanah.
https://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/02/11/sekilas-tentang-pendaftaran-tanah/#_ftn2
Harsono Boedi,
2005. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:
Djambatan
Usman Suparman,
2009. Hukum Agraria di Indonesia. Serang:
Suhada Press
[1]
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta:
Djambatan, Hlm 72
[3]
Suparman Usman, Hukum Agraria di Indonesia, Serang: Suhada Press, Hlm 182
[4]
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta:
Djambatan, Hlm 75
[5]
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta:
Djambatan, Hlm 76
[6]
Adityo Ariwibowo, https://adityoariwibowo.wordpress.com/2013/02/11/sekilas-tentang-pendaftaran-tanah/#_ftn2, diakses 2 Maret 2017 pukul 23.00
WIB
Comments
Post a Comment